Di dalam Hilyatul Auliyaa’ disebutkan sebuah perkataan dari Tsabit al-Bunani rahimahullah, beliau mengatakan, “Beruntunglah orang yang mengingat saat datangnya kematian. Tidaklah seorang hamba memperbanyak ingat kematian melainkan pasti akan terlihat pengaruhnya pada amal-amalnya.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i, 1/23-24)
Kematian akan mengingatkan bahwa kehidupan ini adalah ujian. Akan ada hari kebangkitan dan pembalasan atas amal-amal. Allah berfirman (yang artinya), “Yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian; siapakah diantara kalian yang terbaik amalnya.” (al-Mulk : 2)
Tidak ada yang bisa meraih keberuntungan dan keselamatan selain orang-orang yang beriman dan beramal salih. Allah berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (al-‘Ashr : 1-3)
Iman dan amal salih adalah jalan untuk mencapai kebahagiaan. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa melakukan amal salih dari kalangan lelaki atau perempuan sementara dia adalah beriman niscaya Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan benar-benar Kami akan memberikan balasan pahala kepada mereka dengan sesuatu yang lebih baik daripada apa-apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl : 97)
Iman yang bersih dari syirik akan membuahkan ketentraman dan hidayah. Sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri imannya dengan kezaliman/syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang diberikan petunjuk.” (al-An’am : 82)
Ayat yang agung ini menunjukkan bahwasanya orang-orang yang akan mendapatkan rasa aman pada hari kiamat dari segala hal yang buruk dan diberikan petunjuk jalan lurus di dunia adalah orang-orang yang mengikhlaskan ibadahnya kepada Allah dan tidak mengotori tauhidnya dengan segala bentuk syirik (lihat al-Mulakhkhash fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 24)
Oleh sebab itulah Allah perintahkan kita untuk beribadah -dengan ikhlas- kepada-Nya hingga datangnya kematian. Allah berfirman (yang artinya), “Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu keyakinan/kematian.” (al-Hijr : 99).
Setiap perintah beribadah di dalam al-Qur’an maka maknanya adalah perintah untuk bertauhid, sebagaimana tafsiran dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma yang dinukil oleh Imam al-Baghawi rahimahullah (lihat Ma’alim at-Tanzil, hal. 20)
Banyaknya harta bukanlah sebab keselamatan jika tidak disertai dengan tauhid dan keimanan. Allah berfirman (yang artinya), “Pada hari itu (kiamat) tidaklah bermanfaat harta dan keturunan kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (asy-Syu’ara’ : 88-89). Sa’id bin al-Musayyab rahimahullah mengatakan, “Hati yang selamat adalah hati yang sehat, yaitu hati kaum beriman. Karena hati orang kafir dan munafik sakit.” (lihat Ma’alim at-Tanzil, hal. 942)